Jendela Informasi Masyarakat, ||
Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau melaksanakan Bimbingan Teknis Penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) Tahun 2025, di Aula Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau, Kamis (25/09/2025).
.
Kegiatan ini diawali dengan laporan ketua, Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan, Tarbarita Simorangkir, menyampaikan Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau Nomor 96/SK-14.NP.01.02/IX/2025 tanggal 17 September 2025, telah dilaksanakan kegiatan Bimbingan Teknis Penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) Tahun 2025 di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Riau. Kegiatan ini menjadi wadah penting dalam memperkuat kapasitas sumber daya manusia, meningkatkan pemahaman para pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan PKKPR, sekaligus merumuskan rekomendasi penyelesaian terhadap berbagai permasalahan yang ditemui dalam proses penerbitan. Dengan terselenggaranya bimbingan teknis ini, diharapkan kualitas pelaksanaan PKKPR di Provinsi Riau dapat semakin optimal, terarah, dan memberikan kontribusi nyata dalam mendukung pengelolaan tata ruang yang transparan, akuntabel, serta berpihak pada kepentingan pembangunan daerah
.
Selanjutnya, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau, Nurhadi Putra membuka kegiatan ini. Beliau menyampaikan KKKPR memiliki dampak langsung terhadap pembangunan dan investasi daerah, karena telah terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS). Meskipun OSS masih memerlukan banyak perbaikan, seperti adanya KKPR otomatis yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan, peran kerja kolaboratif dengan dinas terkait melalui Forum Penataan Ruang menjadi sangat penting. Kolaborasi yang solid antara Kementerian ATR/BPN, Dinas PUPR, dan DPMPTSP diharapkan dapat memastikan proses perizinan berjalan lancar, mudah, cepat, serta mendukung iklim investasi yang kondusif. Apabila suatu daerah telah memiliki RDTR, maka penerbitan KKPR akan semakin memudahkan investasi masuk, dengan pertimbangan teknis yang diproses lebih cepat sesuai aturan yang berlaku.
.
Dalam pelaksanaannya, Kantor Pertanahan perlu responsif apabila menemui kendala, seperti jarak lokasi atau hambatan teknis lainnya, agar segera didiskusikan untuk menemukan solusi. Pertimbangan teknis yang diterbitkan harus dilakukan secara akseleratif demi mendorong percepatan pembangunan daerah. Selain itu, penting untuk memastikan realisasi kegiatan yang tercantum dalam KKPR benar-benar terwujud dalam kurun waktu tiga tahun, sehingga tidak terjadi penelantaran lahan oleh pemegang izin. Hal ini untuk menghindari adanya praktik “ngeblok” lokasi yang dapat menghambat masuknya investasi lain.
Kemudian, Direktur Sinkornisasi Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Prasetyo Wiranto yang hadir secara daring juga memberikan arahan berupa Peningkatan investasi dan kegiatan berusaha sangat dipengaruhi oleh adanya kepastian regulasi melalui KKPR, Persetujuan Lingkungan (Perling), dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). KKPR sendiri terbagi menjadi tiga jenis, yaitu konfirmasi, persetujuan, dan rekomendasi, yang berlaku baik untuk kegiatan berusaha, non berusaha, maupun program strategis nasional. Dalam proses penerbitannya, KKPR membutuhkan pertimbangan teknis dari BPN serta dukungan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dengan target nasional mencapai 1.000 RDTR ke depan. Penerapan PP 28/2025 yang efektif berlaku Oktober 2025 membawa sejumlah penyesuaian, di antaranya kewajiban pembayaran PNBP di muka, penegasan Service Level Agreement (SLA), serta aturan perbaikan dokumen maksimal dua kali dalam 40 hari kerja. Selain itu, terdapat ketentuan fiktif positif penerbitan PTP dalam 20 hari kerja untuk memastikan kepastian hukum serta mencegah sengketa lahan di kemudian hari.
Dalam pelaksanaannya, penerbitan KKPR membutuhkan kolaborasi erat antara Kementerian ATR/BPN, Dinas PUPR, dan Dinas DPMPTSP melalui Forum Penataan Ruang (FPR). Hal ini penting agar proses penilaian dapat dilakukan secara tepat waktu sesuai SLA tanpa berlarut-larut. Pembagian kewenangan penerbitan KKPR juga dilakukan di tiga tingkatan, yaitu pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, sehingga koordinasi antarlembaga menjadi kunci utama. Kendala utama yang sering ditemui adalah kualitas Rencana Tata Ruang (RTR) yang belum sepenuhnya sesuai dengan kondisi lapangan, sehingga FPR diharapkan dapat mendorong pembaruan dan penyempurnaan RTR agar inline dengan kondisi eksisting. Dengan tata kelola yang lebih baik, penerbitan KKPR diharapkan dapat semakin mendorong iklim investasi yang sehat, transparan, dan memberi manfaat nyata bagi pembangunan daerah.(Mr)
.